Warga Poboya Pertanyakan SHM Yang Terbit di Atas Lahan Garapan Mereka

Tokoh Masyarakat Poboya, Isran mengatakan sejak tahun 2007 silam pihaknya telah menerima peta pembagian lahan di wilayah tersebut yang ditandatangani oleh Lurah dan Ketua ada yg saat itu menjabat. (Foto : Redaksi Diksi).

Diksi.Net, Palu – Sekelompok masyarakat Kelurahan Poboya yang lahan pertaniannya diklaim oleh Dewa Parsana, kembali melakukan pertemuan untuk mendiskusikan langkah yang akan ditempuh selanjutnya.

Pertemuan tersebut digelar di salah satu cafe di Wilayah Kecamatan Mantikulore, Kota Palu, kamis (23/2/2023). 

Tokoh Masyarakat Poboya, Isran mengatakan sejak tahun 2007 silam pihaknya telah menerima peta pembagian lahan di wilayah tersebut ditandatangani oleh Lurah dan Ketua ada yang saat itu menjabat.

“Kami meminta pada pemerintah untuk meninjau kembali penerbitan sertifikat atas nama Dewa Parsana dan beberapa orang lainnya,” ungkap Isran, perwakilan masyarakat yang lahannya diklaim oleh Dewa Parsana.

Kepada media ini, Ia juga mengakui bahwa kepemilikan tanah atas nama Dewa Parsana tidak lebih 3000 an meter persegi. Sementara saat ini, telah terbit sertifikat yang luasannya lebih dari angka tersebut.

BACA JUGA :  Penambangan Ilegal di Poboya Ancam Sumber Air dan Keselamatan Warga Palu

“Kami masyarakat Poboya tidak menerima dan tidak mengakui sertifikat itu. Karena hingga saat ini kami tidak pernah melakukan transaksi jual beli atau pengalihan hak yang saat ini  menjadi dasar munculnya sertifikat atas nama Dewa Parsana,” ujarnya.

Setelah ditelusuri lebih lanjut, sedikitnya ada 40 orang warga yang tidak mengetahui mengenai penerbitan SHM di atas tanah garapannya selama bertahun tahun.  

“dulu kami mau buat surat tapi ditakut-takuti oleh dorang, katanya itu wilayah Tahura jadi tidak bisa ada sertifikat, kenapa sekarang bisa?,” tanya Isran tanpa merinci pihak yang ia maksud. 

Menurutnya, ketika lahan itu belum tergarap mereka mendapatkan pembagian oleh kepala adat dan disetujui oleh pemerintah setempat  sebagai bantuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat di wilayah Poboya. 

BACA JUGA :  Sigi Perpanjang Daftar Daerah Zona Merah PMK

“bahkan jauh sebelum perusahaan masuk, kamis sudah berkebun di sana,” tegasnya.

Dahulu Poboya merupakan daerah dengan tingkat ekonomi rendah di wilayah Kota Palu sebelum adanya aktivitas pertambangan, sehingga Lembaga Adat dan pemerintah setempat sepakat melakukan pembagian itu secara adil.

“Tanah yang diberikan kepada warga oleh Ketua Adat diperuntukkan sebagai lahan pertanian dengan luas yang bervariasi. Ada warga yang mendapatkan luas lahan 20 x 40 meter persegi dan 50 x 50 meter persegi setiap orangnya,” jelasnya.

Isran menambahkan, bahwa di dalam surat KAR yang dimiliki warga saat ini juga telah tercantum setiap nama yang memiliki hak atas tanah tersebut. 

Mereka menyayangkan adanya pihak-pihak yang mengambil keuntungan sepihak dari kondisi itu dan merugikan masyarakat Poboya. 

BACA JUGA :  Bahaya di Setiap Galian, Realitas Keras Penambang Ilegal Poboya

“saya adalah saksi hidup pembagian tanah untuk Kelompok Tani itu, jadi tolong jangan asal klaim,” katanya

Dalam waktu dekat ini, menurut Isran, warga akan melakukan aksi bersih di atas lahan mereka yang telah diklaim oleh Dewa Parsana dan berapa orang lainnya. 

Ia menduga bahwa di Kelurahan Lasoani, Poboya dan Tondo, akan muncul klaim-klaim sepihak jika masyarakat tidak menelusuri kepemilikan lahan mereka. 

“Nanti kita juga akan pertanyakan itu, tapi kita fokus dimasalah ini saja dulu,” ujar mereka.