Nonton Bareng Silat Tani, 40 Tahun Lagi Kita Tidak Punya Petani

Diksi.Net, Palu – Kementerian Pertanian Republik Indonesia (RI) mengelontorkan program Petani milenial.

“Pertemuan 1000 petani Milenial ini dilakukan di Makasar dan setiap Senin- Jumat ada pelatihan-pelatihan daring dari mulai persoalan varietas, membuat proposal, teknologi pertanian terbaru  itu ada,” kata  Staf khusus Kementerian Pertanian Yesiah Ery Tamalagi dalam diskusi, usai nonton bersama film dokumenter ekspedisi Indonesia baru, Silat Tani yang diselenggarakan AJI Palu bertempat di Nemu Buku, Jalan Tanjung Tururuka, Sabtu (15/10) malam.

Ia mengatakan, bagus apa yang diingatkan Farid Gaban dan kawan-kawan dalam film dokumenter Silat Tani, bahwa 40 tahun lagi kita tidak punya petani.

“Dan ini langsung ditindaklanjuti kementerian pertanian dengan menggelontorkan program petani milenial,” kata kak Erik sapaan akrabnya.

Ia menyebutkan, kementerian pertanian memiliki lima cara bertindak, peningkatan kapasitas produksi, diversifikasi pangan lokal, penguatan cadangan dan sistem logistik pangan, pengembangan pertanian modern dan gerakan tiga kali ekspor.

Menteri Pertanian Yasin Limpo sendiri kata dia, bahkan menugaskan jajarannya untuk menjalin  kerjasama dengan fakultas pertanian dimanapun. Sebab menjadi pelampung Perekonomian Indonesia adalah pertanian dan pahlawan sebenarnya petani.

BACA JUGA :  Pemukiman dan Kos-kosan Jadi Area Rawan Curanmor

Kementerian Pertanian sendiri kata dia, hanya persoalan kebijakan, Menteri Pertanian sendiri selalu menyebutkan pertanian itu ada di sawah, kebun dan ladang.

“Sehingga jajaran Kementerian setiap akhir pekan turun ke lapangan melihat langsung apa yang terjadi. Jadi Pertanian itu agriculture, jadi jangan hanya agrinya diperhatikan, tapi culturenya,” mengakhiri 

Aktivis agraria Provinsi Sulawesi Tengah (Sulteng) Eva Bande sendiri menyoroti lahan pertanian Indonesia setiap tahunnya mengalami penyusutan.

“Ini ancaman besar bagi dunia pertanian,” kata Eva Bande baru saja mendapat anugerah pahlawan agraria pada Hari Tani Nasional 

Menurut data BPS kata Eva, penyusutan  luas lahan pertanian itu tidak main-main, hasil riset ikatan mahasiswa perencanaan, Indonesia mengalami penyusutan seluas 668.145 hektar.

Data lainnya kata Eva, data BPS Sulteng 2013- 2015 bila dilihat rentang waktunya 2013 luas sawah 146.721 Ha, terus mengalami penyusutan hingga 2015 seluas 126 Ha.

Disandingkan data wahana lingkungan hidup (WALHI) menurut Eva, dari luas daratan Sulteng 6,533 juta Ha, lalu pemerintah menerbitkan izin usaha pertambangan 1.889 juta Ha atau 39 persen, perkebunan sawit 11, 14 persen atau 700 Ha kawasan hutan 4 juta, maka justru lahan Sulteng defisit 126.000 hektar.

BACA JUGA :  Amar Sakti dan Wahono Siap Maju dalam Bursa Calon Ketua dan Sekretaris PFI Palu

“Masa depan pertanian Sulteng ngeri,” kata peraih Yap Thiam Hien Award (YTHA) 2018 ini.

Ini artinya kata dia, petani-petani kita masih dalam kawasan klaim hutan negara, sehingga area garapan masyarakat dalam klaim hutan negara, tidak dianggap sebagai kawasan pertanian.

“Intervensi negara lewat program tidak akan terjadi, sebab masih dalam status hutan negara,” ucapnya.

Ia mengatakan, data BPS 0,3 persen petani kita memiliki pendidikan rendah dan rata-rata berumur 40 tahun ke atas.

“Lalu dimana mahasiswa pertanian,” tanya Eva. Jawabnya, Ia disedot sektor lain tidak kembali ke kampungnya.

Eva juga menyoroti panjangnya distribusi pangan petani mulai dari penadah, penggilingan, pasar induk, jatuhnya ke konsumen mahal.

“Maka mata rantai distribusinya harus diputus, mendekatkan produsen dengan konsumen,” pungkasnya.

Direktur Yayasan Pendidikan Rakyat (YPR) Doni Moidady menilai dari film ditayangkan petani itu  produsen, tapi keuntungannya hanya 30 persen, 70 persen keuntungan lainnya terletak pada rantai distribusi yang panjang.

Dia menyebutkan, dari tayangan film itu juga banyak menggambarkan  permasalahan dihadapi petani di Jawa, tentu konteksnya  berbeda dengan petani ada di Timur berlawanan  dengan  taman nasional, industri ekstraktif seperti pertambangan perkebunan sawit dan proyek strategis nasional.

BACA JUGA :  NTP Sulteng Tumbuh Positif

Olehnya kata dia, penting pemerintah serius melihat  problem-problem dihadapi petani tidak hanya terima bantuan dari pemerintah, ada masalah serius kepastian hak penguasaan lahan.

“Sebab petani kita sulit sekali mendapat kepastian hak penguasaan lahan,”pungkasnya.

Film dokumenter ekspedisi Indonesia baru, Silat Tani ini disutradarai oleh Dandhy Laksono dengan durasi tayang 70 menit. Menggambarkan kondisi petani  di Wonosobo, Wadas terancam hadirnya perusahaan-perusahaan. 

Sekretaris AJI Palu, Kartini Nainggolan mengatakan, nonton bareng dan diskusi adalah cara AJI Palu mengidentifikasi hal-hal mendasar dalam dunia pertanian di Sulawesi tengah. 

“Konten film silat tani sangat  memiliki keterkaitan dengan  kondisi petani di daerah ini,” pungkasnya.