Ratusan Warga Demo, PT CMP Jelaskan Tidak Ada Pemutusan Kontrak
Diksi.net, Palu – Ratusan massa aksi yang tergabung dalam Forum Rakyat Lingkar Tambang melakukan demosntrasi di depan kantor PT Citra Palu Minerals (CPM). pada kamis (6/02/2025).
Forum Rakyat Lingkar Tambang terdiri dari berbagai LPM lingkar tambang, pekerja tambang, tokoh masyarakat, dan rakyat lingkar tambang. Dalam aksi demonstrasi tersebut massa aksi melayangkan sejumlah tuntutan yang harus dipenuhi oleh PT CPM.
“Pemutusan hubungan kerja dikhawatirkan akan disusul oleh pemutusan hubungan kerja 500 an karyawan AKM yang selama ini menjadikan AKM sebagai tempat mencari nafkah,” terang Koordinator Lapangan, Kusnadi Paputungan.
Massa aksi juga melayngkan beberapa tuntutan kepada pihak PT CPM. Beberapa di antaranya yaitu mendesak PT CPM segera mencabut surat pemutusan hubungan kerja dengan PT AKM, mendesak PT CPM agar kembali ke format awal kerjasama dengan PT AKM. Massa aksi juga menolak PT CPM mengambil alih lokasi perendaman material yang diolah oleh PT AKM, Koperasi Lingkar Tambang, dan Koperasi Poboya. tuntutan lain yang juga dilayangkan massa aksi yaitu, PT CPM segera menentukan lokasi untuk pertambangan rakyat.
“Jika tuntutan kami tidak disetujui oleh PT CPM maka kami dari Forum Rakyat Lingkar Tambang dengan terpaksa mengambil alih semua lokasi perendaman dan lokasi pengambilan material tambang yang sudah di jajaki maupun yang akan diolah oleh AKM kedepan,” lanjutnya.
Menanggapi hal itu, Kepala Teknik Tambang PT CPM, Yan Adriansyah menjelaskan, perihal kontrak antara PT CPM dan PT AKM tidak mengalami perubahan hingga saat ini, serta menjalankan kontrak yang sudah adabaik secara operasional penambangan maupun kontrak lainnya.
“Terkait dengan permasalahan yang ada sekarang, hal tersebut bukan kemauan dari PT CPM. Awal mulanya adalah berdasar dari hasil bimbingan dan pengawasan yang dilakukan inspektur tambang dari pusat terhadap aktivitas penambangan yang dilakukan menyeluruh oleh setiap tambang di Indonesia,” ungkap Yan Adriansyah.
Ia melanjutkan, selama dilakukannya bimbingan dan pengawasan terdapat satu temuan. Berdasarkan Undang-Undang nomor 3 tahun 2020, pengolahan mineral tidak boleh dilakukan oleh Perusahaan Jasa Pertambangan (PJP) tetapi harus disuvervisi langsung oleh pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP).
“Secara legal standing PT AKM ini adalah perusahaan yang sah sebagai kontraktor dari PT CPM dan mereka memiliki ijin yang sesuai. Kalau di penambangan mereka legal dan kita tidak masalah dengan itu. Hanya kalau konteksanya Hiplis atau perendaman, sesuai arahan pemerintah karyawannya berasal dari pemilik IUP atau pemegang kontrak karya,” jelas Yan.
Sementara terkiat dengan status karyawan, kata Yan Adriansyah, ada beberapa opsi yang masih harus di diskusikan. termasuk pilihan apakah karyawan PT AKM akan di ambil alih oleh PT CPM atau opsi lainnya.
Sementara itu, General Manager External Affairs and Security CPM, Amran Amier, menegaskan bahwa AKM tetap menjadi kontraktor CPM di bidang-bidang yang sesuai dengan Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) yang dimiliki oleh AKM.
“AKM akan tetap menjadi kontraktor CPM dalam sektor kontraktor pertambangan serta penyediaan alat berat dan truk untuk pengoperasian Heap Leach Pad (HLP),” ujar Amran dalam pernyataannya.
Lebih lanjut, Amran menjelaskan bahwa seluruh tenaga kerja AKM atau tenaga kerja pihak ketiga yang selama ini terlibat dalam pengoperasian HLP akan dialihkan sebagai tenaga kerja CPM atau penyedia jasa lainnya dengan hak-hak yang tidak kurang dari perjanjian kerja yang telah berlaku sebelumnya.
“CPM juga akan membuka kesempatan bagi tenaga kerja yang memilih untuk berhenti bekerja dengan menerima upah dan pesangon sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,” tambahnya.
Terkait dengan ancaman pengusiran CPM dari Poboya oleh sejumlah warga lingkar tambang, Amran menegaskan bahwa semua pihak harus bertindak sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.
“Ini bukan persoalan CPM vs AKM, sama sekali tidak. AKM tetapi menjadi mining contractor CPM dan penyedia alat berat untuk operasional. Ini adalah tindak lanjut dari keputusan pemerintah melalui Dirjen Minerba, Kementerian ESDM,” tegasnya.
Amran menekankan bahwa Indonesia adalah negara hukum, sehingga semua penyelesaian konflik harus dilakukan melalui jalur hukum yang berlaku, bukan dengan tindakan di luar aturan.